Akhirnya pun menuju ke warung
untuk minum kopi sambil mencari kehangatan dari tungku bara api yang
disediakan oleh pemilik warung. Warung yang aku sambangi ini dikelola
oleh sepasang suami-istri yang merupakan penduduk asli Desa Sembungan.
Obrolan kami pun mengalir sampai akhirnya mereka bercerita tentang
sekumpulan anak muda yang minggu lalu juga habis camping disini.

Tepat pukul 03.00 WIB, alarm
dari telepon genggamku pun berbunyi. Meski masih mengantuk karena baru
tidur pada pukul 01.00 WIB tadi tapi aku harus tetap bangun jika tidak
ingin ketinggalan melihat Golden Sunrise di Bukit Sikunir yang sudah melegenda itu. Menurut papan penunjuk jalan yang kemarin sore aku lihat, jarak dari tempat kami camping sampai
di puncak Bukit Sikunir adalah 1 Km. Jika saja jalan itu lurus tentu
hanya membutuhkan waktu paling lama 15 menit untuk mencapainya tanpa
kelelahan, tapi karena yang kami tuju adalah bukit, maka…..
Aku tahu bahwa aku akan mendaki bukit,
tapi aku tak menduga bahwa bukit yang akan kudaki ini memiliki tingkat
kecuraman hampir 90 derajat. Sebagian jalur trekking sudah di
semen tapi sebagian besarnya adalah tanah, tanah yang licin karena hujan
semalaman. Mengerikan kan? Belum? Di beberapa bagian jalur trekking ini bersebelahan dengan jurang yang cukup dalam. Udah ngeri? Belum juga? Rasain sendiri deh. Huh! Kami mulai trekking sekitar
pukul 03.30 WIB dan aku baru tiba di puncak 1 pada pukul 04.50 WIB.
Bagaimana dengan teman-temanku yang lain? Mereka sudah tiba di puncak 2
sejak setengah jam yang lalu.

Sambil menunggu “sang artis” muncul, aku
pun memesan segelas kopi dan mie instan seduh. Meski kedua menu ini
tidak mungkin mengusir dingin, setidaknya aku harus berjaga-jaga agar
tidak masuk angin. 15 menit aku dan ratusan orang lainnya menunggu
disini, “sang artis” pun mulai menampakkan tanda-tanda kemunculannya.
Namun sayang ia tak sendirian. Ia ditemani oleh awan tebal, mungkin ia
malu karena “bangun tidur” malah disaksikan oleh khalayak ramai seperti
ini. Jelas kulihat raut wajah kecewa sebagian besar pengunjung, tapi
tidak denganku, karena aku sadar bahwa yang ingin kulihat adalah
fenomena alam dan fenomena alam bukanlah kuasa manusia untuk
mengaturnya.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar